hukum industri



MAKALAH HUKUM INDUSTRI

Description: Berkas:Logo Gunadarma.jpg







Disusun Oleh:

           Kelompok/ Kelas         : 6 (Enam)/ 2ID04
           Nama/ NPM                 : 1. Mikani Tirahing            / 34416409
                                                  2. Panji Asyraf                 / 35416719
                                                  3. Raditya Akbar Mersagi/ 35416925
                                                  4. Rakarisky Pratama       / 32416580
                                                  5. Safira Hamid                / 36416754
                                                  6. Windy Prastika            / 37416676
            Dosen                         : Ibu Rizqi Intansari Nugrahani





JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNDARMA
DEPOK
2018

Kata Pengantar
            Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas Kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyusun makalah ini hingga selesai. Makalah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
            Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah agar makalah dapat menjadi lebih baik lagi.
            Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.















Daftar Isi
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan Makalah...............................................................................................2
BAB II Pembahasan............................................................................................3
2.1 Pengertian Hak Cipta ......................................................................................3
2.2 Dasar Hukum Hak Cipta..................................................................................3
2.3 Pengaturan Hak Cipta International.................................................................6
            2.3.1 Benner Convention............................................................................7
            2.3.2 Universal Copyright Convention (UCC)...........................................8
BAB III Kesimpulan............................................................................................10
3.1 kesimpulan.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12














BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
            Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kepuasan kelembagaan, hukum mempunyai tuga untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Industri adalah usaha mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Hukum industri adalah hukum yang mengatur masalah perindustrian yang ada pada suatu wilayah dan negara.
            Sebuah hukum industri terdiri dari beberapa hukum. Hukum Konvensi Internasional tentang hak cipta adalah perjanjian antar negara, yang brsifal multilateral yang mempunyai hak khusus bagi hak cipta untuk memperbanyak ciptaannya. Banner Convation mmembahas tentang sebuah Perlindungan Karya Seni dan Sastra yaitu untuk mendapatkan persetujuan internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern Swiss pada tahun 1886. UCC (Universal Copyright Convetion) Konvensi Hak Cipta Indonesia (UCC) dibuati Jenewa pada tahun 1952, yaitu salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta (Konvensi Bern).
            Perkembangaan dunia industri yang begitu amat pesat membuat semua permasalahan semakin mudah namun pada sisi yang lain menimbulkan beberapa masalah yang baru untuk dapat dipecahan. Manusia dengan kecerdasannya memiliki kemampuab untuk memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terbatas
Dunia perindustrian harus diiringi dengan aturan yang jelas agar terciptanya kenyamanan, keamanan, keadilan dan keselamatan manusia. Komplek sivitas perkembangan manusia sendiri memicu banyak permasalahan pada dunia perindustrian, maka dari itu diperlukan sebuha hukum untuk mengatur jalannya perindustrian. Hukum dibuat untuk mensejahterakan masyarakat begitu juga Indonesia yang pertumbuhan industrianya sedang berkembang pesat. Indonesia sendiri juga membentuk hukum industri dengan tujuan memperkuat perekonomian negara dan mensejahterakan masyarakatnya.

1.2       Tujuan Makalah
1.      Memahami dan mengetahui hukum industri yang ada di Indonesia dan Internasional.
2.      Peka terhadap masalah perindustrian yang ada didalam negeri dan internasional.
3.      Menyadari dan memahami dampak dari hukum industri yang terjadi akibat perkembangan perindustrian yang ada di dalam negeri dan luar negeri.
4.      Mengetahui Berne covention
5.      Mengetahui International Copyright Convention



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Hak Cipta
            Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1). Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersamasama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".

2.2       Dasar Hukum Hak Cipta
            Hak cipta adalah hak yang diberikan oleh pemerintah untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta memiliki dasar hukum yang harus ditaati.
a.       Pengaturan Hak Cipta Secara Internasional
Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi atau persetujuan internasional mengenai hak kekayaan intelektual, konvensi-konvensi ini mengikat Indonesia. Hal ini berarti Indonesia harus membuat atau memberlakukan agar hukum Indonesia khususnya Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya (Suyud Margono, 2003: 17).
b.      Pengaturan Hak Cipta Secara Nasional
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatblaad Nomor 600 Tahun 1912 yang diterapkan pada masa pemerintahan Belanda sebagai hukum positif tentang Hak Cipta yang berlaku secara formal di Indonesia pada masa itu.  Penyempurnaan pertama terjadi pada tahun 1987, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang bertujuan untuk membatasi pembajakan terhadap Ciptaan. Penyempurnaan kedua dilakukan pada tahun 1997 dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta berdasarkan keikutsertaan Indonesia dalam TRIPs (Trade Related Intellectual Property Rights) Agreement yang merupakan bagian dari GATT (General Agreement on Tariff and Trade) dan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
c.       Hak Eksklusif, Hak Moral dan Hak Ekonomi dalam Hak Cipta
Hak eklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi Pemegang Hak Cipta untuk memanfaatkan dan menikmati Hak Cipta tersebut. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran Hak Cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta (Tamotzu Hozumi, 2006: 97). Hak eksklusif dalam hal ini adalah "mengumumkan dan memperbanyak", termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, menjual, mengaransemen, mengalihwujudkan, menyewakan, mengimpor, memamerkan, atau mempertunjukkan kepada publik melalui sarana apapun (Penjelasan Pasal 2 ayat [1] Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta).Hak ekonomi merupakan hak untuk mengeksploitasi yaitu hak untuk mengumumkan dan memperbanyak suatu Ciptaan, sedangkan hak moral merupakan hak yang berisi larangan untuk melakukan perubahan terhadap isi Ciptaan, judul Ciptaan, nama Pencipta, dan Ciptaan itu sendiri (Budi Agus Riswandi, 2009: 187). Hak moral diatur dalam Article 6 bis Berne Convention, ketentuan ini secara garis besar berisi  (H. OK. Saidin, 2004: 210):
1) Pencipta mempunyai hak untuk menuntut hasil Ciptaannya;
2) Pencipta dapat mengajukan keberatan atas segala penyimpangan, pemotongan atau perubahan lain atau tindakan-tindakan yang dapat menurunkan kualitas
d.      Hak Cipta sebagai Hak Kebendaan
Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut zakelijk recht. Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan yakni:
"hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.” Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relatif, hak nisbi atau biasanya disebut juga persoonlijk atau hak perorangan. Hak yang disebut terakhir ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang seperti pada hak kebendaan (Saidin, 2004: 49). Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan hak relatif atau hak perorangan yaitu (Saidin, 2004: 49) :
1)      Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
2)      Mempunyai zaaksgevolg atau droit de suite (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) benda itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
3)      Sistem yang dianut dalam hak kebendaan di mana terhadap yang lebih dahulu teriadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian.
4)      Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan).
5)      Adanya apa yang dinamakan gugat kebendaan.
6)      Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.
e.       Hak Cipta Sebagai Hak Imateriil
Hak kekayaan immateril adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Dalam hal ini banyak yang dapat dijadikan obiek hak kekayaan yang termasuk dalam cakupan benda tidak bertubuh. Misalnya, hak tagihan, hak yang ditimbulkan dari penerbitan surat-surat berharga, hak sewa dan lainlain sebagainya. Hak kekayaan immateril secara sederhana dapat dirumuskan bahwa, semua benda yang tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek hak kekayaan adalah merupakan hak kekayaan immateril (H.OK saidin, 2004: 61).
f.       Stelsel Pendaftaran Hak Cipta
Dalam perlindungan hukum terhadap Hak Cipta terdapat dua macam pandangan, yaitu (BPHN, 1994: 7) :
1.      Pandangan yang menganggap bahwa Hak Cipta sebagai sesuatu hak yang lahir dengan sendirinya secara alamiah bersamaan dengan lahirnya Ciptaan dari pemikiran manusia, adanya hak tidak diperlukan suatu formalitas. Pandangan ini tercermin dalam Article 5 Berne Convention;
2.      Pandangan yang mengangap bahwa Hak Cipta sebagai sesuatu yang tidak dengan sendirinya lahir bersamaan dengan Ciptaan, melainkan memerlukan formalitas pendaftaran. Pandangan ini tercermin dalam Article 3 sub (1) .

2.3       Pengaturan Hak Cipta Secara Internasional
            Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi atau persetujuan internasional mengenai hak kekayaan intelektual, konvensi-konvensi ini mengikat Indonesia. Hal ini berarti Indonesia harus membuat atau memberlakukan agar hukum Indonesia khususnya Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya (Suyud Margono, 2003: 17). Perlindungan Hak Cipta secara Internasional, dibentuk dalam beberapa Konvensi Internasional. Adapun konvensi yang penting dan fundamental

2.3.1    Berner Convention
            Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) adalah perjanjian internasional tertua tentang Hak Cipta yang dibentuk pada tanggal 9 September 1886, dan telah berulang kali mengalami revisi. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Berne pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 Juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 dan revisi terakhir di paris pada tanggal 24 juli 1971. Terdapat sepuluh negara peserta asli dan diawali dengan tujuh negara (Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden) yang menjadi peserta dengan aksesi menandatangani naskah asli Berne Convention. Peserta perjanjian internasional ini sampai tahun 2006 mencapai 155 negara, termasuk Amerika Serikat yang menjadi anggota perjanjian internasional ini untuk pertama kalinya pada tahun 1989 (Abdul Bari Azed, 2006: 405). Di dalam Mukadimah naskah asli Konvensi Bern, para kepala negara pada waktu itu menyatakan bahwa yang melatarbelakangi diadakannya Konvensi ini adalah : “. . . being equatly animated by the desire to proted, in as effective and uniform a mannner as possible, the rights of authors in their literary and artistic works.” Obyek perlindungan Hak Cipta dalam article 2 Berne Convention adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Dalam Article 3, dapat pula disimpulkan bahwa di samping karya-karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya termasuk: terjemahan, saduran-saduran aransemen musik dan produksi-produksi lain yang berbentuk saduran dari suatu karya sastra atau seni, termasuk karya fotografi. Ketentuan penting yang terdapat di Berne Convention, dirumuskan pada revisi di Paris tahun 1971. Dalam Article 5 dirumuskan bahwa para Pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri, atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. Dengan kata lain para Pencipta yang merupakan warga negara dari salah satu negara yang terikat dengan konvensi ini memperoleh perlindungan di negara-negara lain yang tergabung dalam perserikatan konvensi ini.
            Perlindungan menurut Article 5 Berne Convention adalah terutama untuk perlindungan terhadap orang-orang asing untuk karya-karya mereka di negaranegara lain daripada negara asal tempat penerbitan pertama ciptaan mereka. Pencipta diberikan perlindungan dengan tidak menghiraukan ada atau tidak perlindungan perlindungan yang diberikan oleh negara asalnya (Eddy Damian, 2005: 61). Pada revisi Stockholm 1967 Berne Convention memuat protokol tambahan yang memperhatikan kepentingan-kepentingan negara berkembang. Protokol ini diberikan tempat dalam appendix (tambahan/lampiran) tersendiri dalam konvensi ini. Hal ini ditegaskan pada Article 21 Berne Convention yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara berkembang dimasukkan dalm appendix tersendiri, appendix ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konvensi ini. Protokol ini memberikan negara-negara berkembang pengecualian (reserve) yang berkenaan dengan perlindungan yang diberikan oleh Berne Convention. Pengecualian hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protokol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengcualian dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial dan kulturalnya. Pengecualian dapat dilakukan mengenai hal yang berkenaan dengan hak melakukan penerjemahan, jangka waktu perlindungan, tentang hak untuk mengutip dari artikel-artikel berita pers, hak untuk melakukan siaran radio dan perlindungan daripada karyakarya sastra dan seni semata-mata untuk tujuan pendidikan, ilmiah atau sekolah (Saidin, 2004: 218).

2.3.2    Universal Copyright Convention (UCC)
            Dicetuskan dan ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1952, mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955, dan mengalami revisi di Paris pada tanggal 24 Juli 1971. UCC dibentuk karena adanya gagasan dari peserta Berne Convention untuk membentuk kesepakatan internasional alternatif guna menarik negara-negara lain seperti Amerika Serikat, yang tidak menjadi peserta Berne Convention, karena menganggap pengaturan dalam Berne Convention tidak sesuai untuk mereka (Abdul Bari Azed, 2006: 425). Konvensi ini terdiri dari 21 Pasal dan dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengatur mengenai perlindungan Ciptaan terhdap orang-orang tanpa kewarganegaraan dan pelarian. Secara internasional Hak Cipta terhadap orangorang tanpa kewarganegaraan dan pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan Hak Cipta dapat tercapai yakni untuk mendorong aktivitas dan kreativitas pada Pencipta tidak terkecuali terhadap orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian. Dengan dilindunginya Hak Cipta mereka, mereka tetap mendapatkan kepastian hukum.
            Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi internasional tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Inilah yang menjadi dasar dirumuskannya konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Protokol III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat (Saidin,2004: 220). Ketentuan yang monumental dari Konvensi ini adalah adanya ketentuan mengenai ketentuan formalitas Hak Cipta berupa kewajiban setiap karya yang ingin dilindungi harus mencantumkan tanda ©, disertai nama Penciptanya dan tahun Ciptaan tersebut mulai dipublikasikan. Simbol tersebut menunjukkan bahwa karya tersebut telah dilindungi dengan Hak Cipta negara asalnya, dan telah terdaftar dibawah perlindungan Hak Cipta (Muhamad Djumaha, 1993: 43).









BAB III
KESIMPULAN
3.1       Kesimpulan
            Berdasarkan dari pembahasan tentang hak cipta, dapat disimpulkan beberapa hal tentang hak cipta. Berikut kesimpulan dari pembahasan hak cipta:         
1. Konvensi internasional tentang hak cipta
            Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Yang sudah diatur dalam hukum hak cipta,serta sang pencipta dapat memperbanyak ciptaannya sendiri. Hukum hukum tersebut meliputi:
1)      Pengaturan hak cipta secara internasional
2)      Pengaturan hak cipta secara nasional
3)      Pengaturan hak cipta eksklusif
4)      Hak cipta sebagai kebendaan
5)      Hak cipta sebagai materil
6)      Stelsel pendaftaran hak cipta
            Pengaturan hak cipta secara internasional tersebut berarti Indonesia yang telah meratifikasi sejumlah konvensi atau persetujuan internasional mengenai hak kekayaan atau konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya (Suyud Margono, 2003: 17). Perlindungan Hak Cipta secara Internasional, dibentuk dalam beberapa Konvensi Internasional. Adapun konvensi yang penting dan fundamental dan universal.

2.      Berner Convention
            Berner convention merupakan suatu perjanjian tentang perlindungan karya karya seseorang agar sang pencipta tersebut mendapatkan kenyamanan serta perlindungan  yang sudah jelas dan sudah diatur oleh hokum serta sudah ada hukumannya agar bila ada orang yang ingin menjiplak karya seseorang jera dengan perlakuannya. Terdapat 4 jenis perlindungan dalam kasus ini,antara lain:
a)      Berner 1 yaitu sebagai dasar dari convention ini yaitu: ‘…being equatly animated by the desire to proted, in as effective and uniform a mannner as possible, the rights of authors in their literary and artistic works.”
b)      Berner 2 adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun.
c)      Berner 3 yaitu perlindungan di samping karya-karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya termasuk: terjemahan, saduran-saduran aransemen musik dan produksi-produksi lain yang berbentuk saduran dari suatu karya sastra atau seni, termasuk karya fotografi.
d)     Perlindungan menurut Article 5 Berne Convention adalah terutama untuk perlindungan terhadap orang-orang asing untuk karya-karya mereka di negaranegara lain daripada negara asal tempat penerbitan pertama ciptaan mereka.

3.      Universal Copyright Convention Universal Copyright Convention (UCC)
            UCC dibentuk karena adanya gagasan dari peserta Berne Convention untuk membentuk kesepakatan internasional alternatif guna menarik negara-negara lain seperti Amerika Serikat, yang tidak menjadi peserta Berne Convention, karena menganggap pengaturan dalam Berne Convention tidak sesuai untuk mereka (Abdul Bari Azed, 2006: 425). Terdapat 2 protokol dalam kasus ini,yaitu:
a)      Protokol I mengatur mengenai perlindungan Ciptaan terhdap orang-orang tanpa kewarganegaraan dan pelarian.
b)      Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi internasional tertentu.






DAFTAR PUSTAKA


























Komentar

Postingan populer dari blog ini

UPAYA MENGATASI PELANGGARAN ETIKA PROFESI GURU