TEORI KEPEMIMPINAN
A.
Trait theory of
leadership (teori
sifat kepemimpinan)
Kajian teori sifat (trait theory) diawali dengan Great Man/Woman Theory, yaitu studi yang
memfokuskan pada pengidentifikasian sifat dan karakter alamiah yang dimiliki
orang-orang hebat atau pemimpin sosial, politik, dan militer. Contohnya adalah
karakter, Abraham Lincoln, dan Napoleon Bonaparte. Dikatakan bahwa setiap pemimpin
hebat memiliki sifat-sifat yang membedakan dirinya dengan pengikut. Namun seiring perkembangan waktu, teori
ini mendapat kritik karena sifat kepempimpinan para tokoh besar tersebut hanya
berlaku bagi komunitas atau kelompok yang dipimpinnya. Sehingga lahirlah teori
sifat (Northaouse: 2013).
Mendukung pernyaaan di atas,
Gibson, dkk.(2016:316) menyatakan “Trait
theory of leadership is theory that attempts to identify specific
characteristics (physical, mental, personality)” dengan kata lain teori
sifat kepemimpinan adalah teori yang mencoba mengidentifikasi karakteristik
spesifik (fisik, mental, kepribadian). Fleenor,
(2011) dalam sethuraman dan Suresh (2014:166) mengatakan:
Pendekatan ini berfokus pada ciri-ciri dasar seperti karakteristik
fisik dan pribadi beserta kompetensi yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Hal
ini didasarkan pada asumsi bahwa sifat dasar adalah alasan perilaku para
pemimpin yang konsisten dalam situasi yang berbeda. Mirip dengan teori Great
Man, pendekatan ini menyatakan bahwa para pemimpin memiliki karakteristik
bawaan sejak mereka dilahirkan dan tetap konsisten untuk waktu yang lama.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
teori sifat kepemimpinan adalah teori yang mengidentifikasikan karakteristik
seorang pemimpin seperti karakteristik fisik, pribadi dan kompetensinya. Secara
lebih mudah, penjelasan mengenai teori tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 2.
Sinopsis teori sifat kepemimpinan
Personality
|
Motivation
|
Ability
|
Energy level
Stress tolerance
|
Socialized power orientation
|
Interpersonal skills
|
Self-confidence
|
Strong need for achievement
|
Cognitive skills
|
Emotional maturity
|
Self-starter
|
Technical skills
|
integrity
|
Persuasiveness
|
Sumber: Gibson, dkk, 2012
Tabel di atas, menjelasakan
faktor-faktor yang diidentifikasi dalam teori sifat kepemimpinan. Faktor personality (kepribadian) misalnya
berisi tentang level energi, toleransi terhadap stres, kepercayaan diri ,
kedewasaa emosional dan integritas seorang pemimpin yang kesemuanya itu
mempengaruhi keefektivan dari fungsi kepemimpinan yang dijalankan. Selanjutnya
faktor motivasi terdiri atas orientasi arah untuk bersosialisasi, kebutuhan
yang kuat akan prestasi, kemampuan memacu diri, dan kemampuan persuasif. Seperti
diungkapkan sebelumnya bahwa pemimpin lebih membutuhkan penerimaan sosial
dibandingkan kekuatan kekuasaan, sehingga hal-hal dalam lingkaran faktor
motivasi menjadi hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Faktor yang
terakhir adalah Ability (kemampuan/kecakapan).
Kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kecakapan
interpersonal, kecakapan kognitif dan juga teknik. Hal ini penting kaena dengan kecakapan
tersebut seorang pemimpin mampu mengarahkan bawahanya untuk melakukan pekerjaan
dengan baik.
Selain faktor-faktor di atas,
Northaouse (2013) menyatakan Trait theory memiliki asumsi-asumsi
tertentu tentang kepemimpinan, di antaranya:
1.
Setiap orang dilahirkan dengan sifat yang
diwariskan/diturunkan;
2.
Beberapa sifat memiliki kecocokan dengan kepemimpinan;
3.
Seseorang yang mampu memimpin dengan baik memiliki
kombinasi sifat yang cukup/tepat untuk menjadi pemimpin
Pendapat dari Northouse di atas mempertegas
teori sifat kepemimpinan bahwa seorang pemimpin itu dilahirkan bukan dibentuk
atau di latih.
B. The
behaviour of Effective leaders (perilaku pemimpin yang efektif)
Selama tahun 1950an,
ketidakpuasan dengan pendekatan teori tentang kepemimpinan mendorong ilmuan
perilaku untuk memusatkan perhatiannya pada perilaku pemimpin tentang apa yang diperbuat
dan bagaimana ia melakukannya. Dasar dari pendekatan gaya kepemimpinan diyakini
bahwa pemimpin yang efektif menggunakan gaya (style) tertentu mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan tertentu. Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatan pada
efektifitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut
(Gitosudarmo: 2000, 132).
Berkenaan dengan perilaku
kepememipinan Catwright dan Zander (1953) dalam Hoy & Miskel (2001)
mengemukakan: “A leader behaviour- one
concerned with people, interpersonal relation and group maintenance, and the
other with production, task completion and goal achievement”. Kutipan
tersebut jika diterjemahkan menjadi perilaku seorang pemimpin menunjukkan sikap
orang yang peduli dengan orang, hubungan interpersonal dan pemeliharaan
kelompok, dan yang lainnya dengan produksi, penyelesaian tugas dan pencapaian
tujuan.
Pendapat lain menyebutkan
bahwa teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan
terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk
tidak dilahirkan begitu saja dengan kata lain leaders are made, not born (Yulk:2009). Beberapa pandangan para
ahli, antara lain Owen (1991)
berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa, setiap
orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta
dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau
kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana
cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori
ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Sule (2005) berpendapat, Gaya
kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi latar
belakang, pendahuluan, nilai, dan pengalaman dari pemimpin tersebut. Pemimpin
yang menilai bahwa kepentingan organisasi harus lebih didahulukan dari
kepentingan individu akan memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Demikian pula sebaliknya,
pemimpin yang dibesarkan pada lingkungan yang menghargai perbedaan dan relasi
antar manusia akan memiliki kecenderungan untuk bergaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan. Namun, selain keempat faktor tersebut karakteristik
dari bawahan atau orang-orang yang dipimpin juga perlu untuk dipertimbangkan
sebelum memutuskan gaya kepemimpinan apa yang sebaiknya digunakan. Jika
orang-orang yang dipimpin cenderung untuk menyukai keterlibatan dalam berbagai
hal, memiliki inisiatif tinggi, barangkali gaya yang perlu dilakukan lebih
cenderung memajukan kedua gaya kepemimpinan yang ada melalui apa yang dinamakan
sebagai manajemen partisipatif, dimana dalam pendekatan manajemen partisipatif
ini faktor orientasi sosial diakomodasi melalui keterlibatan orang-orang
(apakah dalam penyusunan tujuan, penyelesaian masalah, dan lain sebagainya)
dalam menyelesaikan pekerjaan
Komentar
Posting Komentar